Friday, 7 September 2012

Badan Intelijen Strategis TNI



Badan Intelijen Strategis (disingkat BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. BAIS bertugas untuk menyuplai analisis-analisis intelijen dan strategis yang aktual maupun perkiraan ke depan -biasa disebut jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang- kepada Panglima TNI dan Departemen Pertahanan.

BAIS berawal dari Pusat Psikologi Angkatan Darat (disingkat PSiAD) milik Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) untuk mengimbangi Biro Pusat Intelijen (BPI) di bawah pimpinan Subandrio, yang banyak menyerap PKI. Kemudian di awal berdirinya Orde Baru, Dephankam mendirikan Pusat Intelijen Strategis (disingkat Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PSiAD sebagian besar dilikuidasi ke dalamnya.

Pusintelstrat dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani. Jabatan tersebut terus dipegang sampai L.B. Moerdani menjadi Panglima ABRI. Pada era ini, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang bernama Satgas Intelijen Kopkamtib. Badan inilah yang di era Kopkamtib berperan penuh sebagai Satuan Intelijen Operasional yang kewenangannya sangat superior.

Tahun 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan Intelijen ABRI (disingkat BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh Panglima ABRI, sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil Kepala. Kemudian pada tahun 1986 untuk menjawab tantangan keadaan, BIA diubah menjadi BAIS. 

Perubahan ini berdampak kepada restrukturisasi organisasi yang harus mampu mencakup dan menganalisis semua aspek Strategis Pertahanan Keamanan dan Pembangunan Nasional. Akan tetapi belum lagi restrukturisasi dilaksanakan, terjadi lagi perubahan di mana BAIS dikembalikan menjadi BIA, yang artinya secara formal lembaga ini hanya melakukan operasi intelijen militer.

Jabatan Ka BIA kemudian tidak lagi dirangkap oleh Panglima ABRI. Perubahan kembali dari BAIS menjadi BIA, dapat dianggap sebagai bagian dari kampanye de-Benisasi (menghilangkan pengaruh LB Moerdani). Kekuatan politik dominan di era akhir tahun 1980-an berpendapat bahwa BAIS masih berada dalam pengaruh L.B. Moerdani yang pada waktu itu sudah pensiun. Isu berkembang subur, karena sampai tahun 1987 L.B. Moerdani masih memiliki ruang di Kompleks BAIS (Tebet, Jakarta Selatan). 

Kemudian pada tahun 1999, BIA kembali menjadi BAIS TNI. Bahkan hingga era-reformasi atau pasca Soeharto badan intelijen militer ini masih menggunakan nama BAIS sampai tulisan ini dibuat.

BAIS dipimpin oleh seorang perwira tinggi berbintang dua. Mereka yang pernah menjadi Kepala BAIS (Ka BAIS) diantaranya adalah:
  1. Brigadir Jenderal TNI L.B. Moerdani
  2. Letnan Jenderal TNI Tyasno Sudarto
  3. Marsekal Madya TNI Ian Santoso
  4. Mayor Jenderal Mar Muhammad Lutfie
  5. Mayor Jenderal TNI Syafnil Armen, SIP,SH,MSc
Dalam struktur organisasinya BAIS dipimpin oleh seorang Kepala yang berpangkat Mayor Jenderal dan Wakil Kepala Berpangkat Brigadir Jenderal, yang membawahi para Direktur yang masing-masing memimpin 7 (tujuh) direktorat yang menggerakkan organisasi intelijen militer tersebut yakni: 
  1. Direktorat A : menangani permasalahan dalam negeri;
  2. Direktorat B : menangani permasalahan luar negeri;
  3. Direktorat C : menangani bidang pertahanan;
  4. Direktorat D : menangani masalah keamanan;
  5. Direktorat E : menangani atau melakukan operasi psikologi;
  6. Direktorat F : melakukan tugas administrasi dan keuangan;
  7. Direktorat G : mengolah   dan   menyajikan   produk – produk  intelijen kepada kepala BAIS dan Panglima TNI.
BAIS dalam mengumpulkan informasi serta melakukan berbagai kegiatan intelijen dapat dikatakan cukup efektif secara operasional, antara lain karena didukung oleh ruang lingkup kerja dari BAIS yang cukup luas baik dari luar negeri maupun dalam negeri, seperti misalnya dalam memperoleh pasokan informasi dari luar negeri, biasanya suplai informasi dilakukan melalui jaringan para atase pertahanan atau militer, yang penempatannya atas dasar penunjukkan dari BAIS. 

Kemudian untuk pasokan informasi dalam negeri, pengumpulan informasi dapat ditempuh melalui jalur struktur Komando teritorial dari berbagai Komando Daerah Militer (Kodam). Tingkat Kodam terendah adalah Komando Resort Militer (Korem) sebagai sub kompartemen strategis. Sebagai sub-kompartemen strategis, Korem merupakan tingkat terendah Kodam yang memiliki kemampuan untuk membina, melatih dan mengendalikan operasi militer dan intelijen diwilayah geografik tanggung jawabnya. Sedangkan ditingkat Komando Distrik Militer (Kodim) kebawah sepenuhnya hanya memiliki fungsi pembinaan territorial dan tidak dibekali kemampuan, kewenangan ataupun memenuhi syarat untuk mengendalikan operasi militer maupun operasi intelijen.

BAIS juga memiliki Satuan-Satuan intel atau yang disebut dengan Sat-Intel yang bekerja secara rutin, terutama di berbagai daerah yang dikategorikan sebagai daerah ”rawan konflik” maupun rawan pelanggaran kedaulatan Negara RI. Tugas dari Sat-Intel ini adalah menyediakan data teknis militer berupa: medan, cuaca, iklim, rintangan alam maupun buatan, jaringan lalu lintas darat atau air, sumber kekayaan alam yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan operasi pertahanan, serangan maupun operasi keamanan dalam negeri.

Sat Intel ini ditempatkan didalam Detasemen Intel (Den-Intel) di tiap-tiap Kodam. Namun demikian aparat intelijen yang ditempatkan oleh BAIS dalam Sat-Intel di suatu wilayah Kodam, juga dapat mengakses dan bekerjasama dengan unsur intelijen Kodam yang tergabung di dalam Detasemen Intel.  Dimana dalam hal ini Den-Intel sebagai kesatuan intelijen yang permanen di dalam struktur Kodam memberikan perencanaan atau pengarahan tugas intelijen, serta mendapatkan feedbacknya melalui perwira seksi intelijen baik yang berada di dalam struktur Korem dan struktur Koter yang hierarkinya berada dibawah Korem, yakni Kodim.  Lantas Den-intel yang menerima suplai informasi intelijen dari perwira seksi tersebut, meneruskan atau melaporkannya kepada Asisten Intelijen di Kodam tersebut.

Lantas sebagai pelaksana operasi utama, terutama untuk melakukan tugas-tugas ”khusus” operasi intelijen, selain dari aparat BAIS yang ditugaskan dari Markas BAIS, biasanya tugas di lapangan juga dilakukan oleh personel-personal dari satuan-satuan yang berstatus pasukan khusus seperti:  Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) dan Batalyon TAIFIB Marinir (Yon Taifib) dari TNI-AL; Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor) yang bernaung didalam Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dari TNI-AD; serta Detasemen Bravo 90 (Den Bravo 90) dari TNI-AU. 

Dalam penugasan, pasukan-pasukan yang berstatus pasukan khusus ini bergerak dalam unit-unit kecil atau yang disebut dengan Seksi, berkekuatan 10 orang atau 4-5 orang per-unit. Unit kecil Seksi yang berkekuatan 10 orang seperti ini yang biasanya digunakan oleh BAIS dalam operasi tugas-tugas rutin satuan intel di daerah­-daerah yang dikategorikan sebagai ”rawan” konflik, misalnya seperti di Papua dan pelanggaran kedaulatan seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Selain itu tiap-tiap matra angkatan mempunyai detasemen-detasemen intlijen tempurnya masing-masing, seperti Detasemen Intelijen Komando Strategi Angkatan Darat (Denintel Kostrad) yang dimana tugasnya adalah sebagai mata rantai terdepan untuk memberikan laporan kepada pasukan TNI-AD yang sedang melaksanakan operasi tempur. Dan semua laporan-laporan dari detasemen intelijen tempur yang dimiliki oleh masing-masing matra angkatan selalu melampirkan tembusan laporannya ke Markas BAIS TNI.


No comments:

Post a Comment

Bagaimana Artikel ini menurut Anda..