Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang diberikan oleh seseorang/perusahaan jasa angkutan barang yang mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan kerugian materi saja dan tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut?
Apakah kecelakaan yang menyebabkan kerugian materi itu merupakan tindakan pidana?
Apa sanksi yang mengikuti keadaan tersebut menurut hukum bagi sopir dan perusahaan jasa?
Penjelasan
1. Kecelakaan Lalu Lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) digolongkan menjadi 3, yakni (lihat Pasal 229):
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi:
“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Namun, ketentuan tersebut di atas tidak berlaku jika:
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
c. disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan. Kewajiban mengganti kerugian ini dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat (lihat Pasal 236 UU LLAJ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bentuk pertanggungjawaban atas kecelakaan lalu lintas yang hanya mengakibatkan kerugian materi tanpa korban jiwa adalah dalam bentuk penggantian kerugian.
2. Dalam hal menentukan apakah kecelakaan yang mengakibatkan kerugian materi tanpa korban jiwa merupakan tindak pidana atau bukan, berikut ini dapat kami jelaskan bahwa menurut S.R. Sianturi dalam bukunya berjudul “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (2002 : 211), suatu tindakan dinyatakan sebagai tindak pidana jika memenuhi unsur-unsur:
a. Subjek;
b. Kesalahan;
c. Bersifat melawan hukum (dari tindakan);
d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;
e. Waktu, tempat dan keadaan.
Jika dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas sebagaimana tersebut di atas, baik kecelakaan lalu lintas ringan, sedang maupun berat adalah termasuk tindak pidana. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 230 UU LLAJ yang berbunyi:
“Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Jadi, didasarkan pada uraian di atas, maka pihak yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materi saja tanpa korban merupakan pelaku tindak pidana dan akan diproses secara pidana karena tindak pidananya.
3. Sanksi hukum yang dapat dikenakan atas kejadian tersebut di atas bagi pengemudi karena kelalaian adalah sanksi pidana yang diatur dalam dalamPasal 310 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Sedangkan dalam hal pengemudi kendaraan bermotor dengan sengajamembahayakan kendaraan/barang, diatur dalam Pasal 311 ayat (2) UULLAJ yang berbunyi:
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudiatau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas (lihat Pasal 314 UU LLAJ).
Sedangkan untuk perusahaan jasa angkutan umum, dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 188
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugianyang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
Pasal 191
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.
Pasal 193
(1). Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.
(2). Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.
(3). Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.
(4). Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.
|
Selain sanksi penggantian kerugian, perusahaan angkutan umum yangbertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan dapat diberikan sanksi berupa (lihat Pasal 199 ayat [1] UU LLAJ):
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.
Jadi, atas kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materi namun tidak ada korban jiwa, perusahaan angkutan umum dapat dikenakan sanksi penggantian kerugian berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami sebagaimana telah kami uraikan di atas dan/atau sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Perlu Di Jamkan UU Ini bagi kita semua agar selalu berhati-hati
Perlu Di Jamkan UU Ini bagi kita semua agar selalu berhati-hati
Menurut KUHP
Menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Mengenai tabrak lari
Tabrak lari umumnya merupakan istilah dengan pengertian bahwa pelaku atau dalam hal ini pengemudi kendaraan bermotor meninggalkan korban kecelakaan lalin dan ketika itu tidak menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 231 UU 22/2009 wajib :
1. menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
2. Memberikan pertolongan kepada korban.
3. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Terdekat; dan
4. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Lantas bagaimana dengan pengemudi kendaraan yang karena keadaan memaksa tidak dapat menghentikan kendaraan ataupun memberikan pertolongan kepada korban ketika kecelakaan lalin terjadi ?
Keadaan memaksa dalam hal ini dimaksudkan bahwa situasi dilingkungan lokasi kecelakaan yang dapat mengancam keselamatan diri pengemudi, terutama dari amukan massa dan kondisi pengemudi yang tidak berdaya untuk memberikan pertolongan.
Terhadap hal tersebut maka pengemudi kendaraan bermotor segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat. Jika hal ini tidak juga dilakukan oleh pengemudi yang dimaksud maka berdasarkan Pasal 312 UU 22/2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.75.000.000.,- (tujuh puluh lima juta rupiah).
Sumber :http://www.hukumonline.com
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Artikel ini menurut Anda..