Friday, 24 August 2012

LVTP-7 : Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI-AL





“Mendarat dan menang..,” itulah misi utama Marinir di seluruh dunia dalam menjalankan tugas sebagai pasukan pendarat, pembuka gerbang untuk operasi militer lanjutan. Bagi Korps Marinir TNI AL adalah hal lumrah untuk berjibaku dan mempertaruhkan nyawa dalam tiap operasi pendaratan militer di seluruh wilayan Nusantara.


History Ranpur Pendarat Pasukan
Tapi “beban berat” Korps Marinir yang malang melintang dalam berbagai konflik, mulai dari Dwikora, Timor Timur sampai Aceh kebanyakan masih mengandalkan kendaraan tempur (ranpur) amfibi berusia paruh baya. Ambil contoh ranpur BTR-50 dan PT-76 yang sudah eksis menjadi alutsista Korps Marinir sejak awal tahun 60-an. Salah satu sukses misi tempur pendaratan adalah ketersediaan ranpur pengangkut personel (armoured personel carrier/APC) yang handal.


BTR-50
Untuk urusan ranpur pendarat amfibi, sudah empat dekade Marinir TNI AL selalu mengandalkan BTR-50. Walau sudah diretrofit, tetap pada hekekatnya BTR-50 adalah ranpur tua. Penggunaan ranpur tua pun membawa risiko yang tak kecil, sudah beberapa kali terjadi insiden yang menewaskan prajurit Korps Marinir. Memang ada ranpur pendarat lain yang bisa jadi alternatif, sebut saja AMX-10 dan BVP-2, keduanya memang lebih modern tapi sayang tak bisa membawa personel lebih banyak dari BTR-50, dimana BTR-50 bisa membawa 20 personel bersenjata lengkap.

 PT-76

Ranpur Pendarat Pasukan Era Baru Untuk Marinir
Barulah pada tahun 2010, muncul “solusi” mujarab untuk Korps Marinir dengan hadirnya ranpur LVTP (Landing Vehicle Tracked)-7. LVTP-7 dirancang dengan desain roda rantai, bisa dibilang masuk kelas tank amfibi. Ranpur ini tergolong unik, sebab LVTP-7 terlihat bongsor dengan bobot mencapai 30 ton. Jadilah LVTP-7 sebagai ranpur amfibi dengan bobot terberat yang dimiliki Korps Marinir. Bobot ranpur ini tentu bukan tanpa alasan, LVTP-7 sanggup membawa 25 personel bersenjata lengkap plus 3 awak.

LVTP-7


Konfigurasi posisi awak dan personel di kabin LVTP-7
Selayaknya ranpur pembawa personel, asupan persenjataan pada LVTP-7 tergolong terbatas, pastinta tak dirancang untuk menghancurkan MBT (main battle tank). Tapi tetap ada sisi unik yang melengkapi persenjataan pada ranpur ini, maklum Amerika Serikat selalu mengandalkan varian LVTP-7 dalm tiap gelar operasi amfibi, bahkan tak cuma operasi amfibi, ranpur yang juga dijuluki AAV (Assault Amphibian Vehicle)-7 ini juga hadir di medan konflik berpasir, seperti di Somalia dan wilayah Irak.

Persenjataan Ranpur
Sebagai senjata andalan, LVTP-7 mempercayakan kehandalan SMB (senapan mesin berat) browning M2HB kaliber 12,7 mm. Secara teori ranpur ini biasa memuat hingga 1200 peluru kaliber 12,7 mm. Tapi bisa juga SMB ditukar dengan pelontar granat kaliber 40 mm dengan tipe peluru M430 berkategori HEDP (high explosive dual purpose). Sedangkan untuk perlindungan, ranpur ini dilengkapi smoke discharger kalibr 40 mm. LVTP-7 memilikki lapian baja standar 5 cm.


Ruang kabin personel, posisi "atap" pada ranpur dapat dibuka untuk keluar masuk pasukan dan bantuan tembakan

Mesin Ranpur
Sebagai penggerak, LVTP-7 menggunakan mesin General Motors 8V53T yang ditempatkan pada kompartemen depan, serupa dengan ranpur AMX-10 dan BVP-2. Dengan daya maksmal yang disemburkan sebesar 400 hp dan dukungan sistem transmisi FMC-400-3 dengan empat percepatan, ranpur ini dapat dipacu hingga kecepatan 64 Km per jam di darat dengan jarak tempuh 480 Km. Sementara saat berenang, berkat sepasang waterjet di kiri dan kanan mampu menghasilkn daya dorong hingga kecepatan 14 Km per jam.


Tampak ruang kemudi dan perangkat komunikasi 

LVTP-7 milik Korps Marinir TNI-AL berasal dari Korea Selatan, pabrik pembuatnya pun bukan FMS, melainkan dibuat berdasarkan lisensi oleh Samsung Techwin. Indonesia memperoleh ranpur ini lewat program hibah, dari yang awalnya direncanakan bakal 35 unit, hingga saat ini baru hadir 10 unit LVTP-7 di Jakarta.


Presiden SBY saat menjajal pendaratan LVTP-7 di kawasan pantai Lampung

Walau dari segi jumlah sangat minim, LVTP-7 buatan Korea Selatan ini semuanya sudah di upgrade ke versi AAV-7A1. LVTP-7 sangat pas dioperasikan dari kapal jenis LPD (Landing Platform Dock), seperi KRI Surabaya dan KRI Makassar.








Type Armoured personnel carrier
Place of origin  United States
Service history
In service 1972–present
Used by See Operators
Wars 1982 invasion of the Falkland Islands, Gulf War, Operation Restore Hope, Iraq War,
Production history
Designer FMC Corporation
Manufacturer FMC Corporation
Produced 1972
Specifications
Weight 29.1 tons
Length 7.94 m (321.3")
Width 3.27 m (128.72")
Height 3.26 m (130.5")
Crew 3+25

Armor 45 mm
Main
armament
Mk 19 40 mm automatic grenade launcher (864 rounds) or M242 Bushmaster 25mm (900 rounds)
Secondary
armament
M2HB .50-caliber (12.7 mm) machine gun (1200 rounds)
Engine Detroit Diesel 8V-53T (P-7), Cummins VT 400 903 (P-7A1)
400 hp (300 kW)
VTAC 525 903 525 hp(AAV-7RAM-RS)
Power/weight 18 hp/tonne
Suspension torsion-bar-in-tube (AAV-7A1); torsion bar (AAV-7RAM-RS)
Operational
range
480 km (300 miles); 20 NM in water, including survival in Sea State 5
Speed 24-32 km/h (15-20 mph) off-road, 72 km/h surfaced road, 13.2 km/h water (45 mph, 8.2 mph)

No comments:

Post a Comment

Bagaimana Artikel ini menurut Anda..