WASHINGTON, KOMPAS.com — Anggota Navy
SEAL yang membunuh Osama bin Laden akhirnya buka suara, Senin (11/2).
Dalam
sebuah wawacara dengan majalah Esquire, ia menceritakan bahwa pada malam itu ia
menembak pemimpin Al Qaeda tersebut tiga kali. Anggota pasukan komando itu ia
juga mengungkapkan kecemasannya terkait masalah keuangan yang dialami sekarang
sebagai warga sipil yang menganggur.
Anggota Navy SEAL itu dirahasiakan identitasnya
dalam profil panjang majalah Esquire, tetapi ia mengungkapkan perannya dalam
serangan berani pada Mei 2011 untuk kali pertama, serta kekhawatiran yang dia
rasakan terkait keamanan keluarganya.
"Dia tampak bingung, dan lebih tinggi dari
yang saya bayangkan," kata anggota SEAL itu tentang Osama.
Saat pasukan komando Navy SEAL tiba dalam kegelapan
malam di lantai tiga tempat persembunyian Osama, tangan pemimpin Al Qaeda itu
memegang bahu istri termudanya, "mendorong istrinya ke depan" dan ada
senjata AK-47 di dekatnya.
"Saya tidak tahu apakah dia (istrinya) punya
rompi anti-peluru dan dia didorong untuk menjadi martir bagi mereka berdua. Dia
(Osama) punya senjata dalam jangkauan. Dia merupakan sebuah ancaman. Saya harus
melakukan tembakan di kepala sehingga dia tidak punya kesempatan untuk
meledakkan dirinya," kata anggota pasukan komando itu.
"Dalam sekejap, saya menembaknya, dua kali di
dahi. Bap! Bap! Pada tembakan kedua, ia roboh. Dia ambruk ke lantai di depan
tempat tidurnya dan saya menembaknya lagi. Bap! di tempat yang sama,"
katanya.
"Dia tewas. Tak bergerak. Lidahnya menjulur
keluar."
Artikel Esquire itu, yang menjuluki anggota pasukan
komando yang tidak disebutkan namanya sebagai "the Shooter (si
penembak)," berfokus pada penderitaan Navy SEAL sebagai pahlawan anonim
tanpa pensiun, asuransi kesehatan, atau keamanan tambahan untuk keluarganya.
Artikel itu berjudul, "The Man Who Killed Osama bin Laden... is
Screwed".
Profil panjang di majalah itu muncul setelah
seorang anggota Navy SEAL yang lain yang ikut serta dalam serangan itu, Matt
Bissonnette, menerbitkan sebuah buku berjudul No Easy Day, tahun lalu. Buku itu
memicu kemarahan para pejabat Pentagon. Mereka menuduh Bissonnette melanggar
janji untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia.
Artikel Esquire itu menegaskan sejumlah laporan
sebelumnya, termasuk satu laporan dalam No Easy Day, yang menggambarkan saat
Osama terluka parah dan ambruk di lantai, dan anggota SEAL lainnya menembaknya
berulang di dada dan kaki.
Menurut Esquire, serangan yang mematikan Osama
hanya 15 detik. Namun saat yang menakutkan datang, ketika "si
penembak" mengetahui bahwa salah satu dari helikopter Black Hawk yang
digunakan dalam serangan itu jatuh di kompleks tersebut.
"Kami tidak akan pernah keluar dari sini
sekarang," katanya. "Saya pikir kami harus mencuri mobil dan pergi ke
Islamabad karena pilihan lain adalah bertahan dan menunggu militer Pakistan
muncul .... Saat itulah saya khawatir."
Setelah serangan itu, kembali ke sebuah basis di
Jalalabad, Afganistan, "si penembak" membawa seorang perwira
perempuan CIA, yang kini jadi terkenal oleh film Hollywood Zero Dark Thirty,
untuk melihat mayat Osama. "Kami melihat dan saya bertanya, 'Apakah itu
orang (yang) Anda (cari)?" Dia (perempuan itu) menangis.
"Saat itulah saya keluarkan magasin saya dari
senjata saya dan memberikannya kepada perempuan itu sebagai suvenir. Ada 27
peluru yang tersisa di dalamnya. 'Saya harap Anda punya ruang dalam ransel Anda
untuk ini.' Itu kali terakhir saya melihat perempuan itu."
Agen CIA itu,
yang digambarkan dalam film yang masuk nominasi Oscar tersebut sebagai orang
yang tak kenal lelah dan berdedikasi, yakin bahwa Osama berada di kompleks
Abbottabad tersebut.
Walau anggota Navy SEAL itu menyebut beberapa
rincian dalam film tidak realistis, ia mengatakan bahwa rangkaian karakter agen
CIA itu benar. "Mereka membuatnya menjadi seorang perempuan tangguh,"
katanya.
Ia mengungkapkan tidak ada anggota SEAL yang tewas
atau terluka dalam serangan itu. Namun pada musim panas 2012, setelah pensiun
dari militer, dia jadi takut terkait kemungkian serangan balas dendam terhadap
keluarganya dan bagaimana ia akan hidup sebagai seorang warga sipil.
Dia telah
mengajarkan istri dan anak-anaknnya tentang apa yang harus dilakukan jika
penyerang memasuki rumah mereka. Istrinya siap untuk menggunakan senapan serbu
terhadap para penyusup.
Karena ia meninggalkan Angkatan Laut setelah 16
tahun bertugas, ia tidak memenuhi syarat untuk mendapat pensiun. Dana pensiun
hanya diberikan kepada mereka yang bertugas di Angkatan Laut setidaknya 20
tahun. "Dia telah memberikan begitu banyak hal untuk negaranya, dan
sekarang dia ditinggalkan dalam debu," kata istrinya.
"Saya merasa tidak ada dukungan, tidak hanya
untuk keluarga saya, tetapi untuk keluarga lain di masyarakat.
Saya jujur,
tidak punya orang ke mana saya bisa pergi, atau berbicara tentang hal ini. Saya
juga tidak merasa suami saya telah mendapat banyak untuk apa yang dia capai
dalam kariernya," tambah istrinya.
Seorang teman sesama anggota pasukan komando,
seorang Navy SEAL, mengatakan ia juga khawatir dengan penghasilannya setelah
pensiun. Ironisnya, kata dia, keluarganya akan lebih baik secara finansial jika
ia tewas dalam pertempuran.
"Saya setuju bahwa kehidupan sipil itu
menakutkan, dan saya punya keluarga untuk diurus. Sebagian besar dari kami tak
punya apa-apa untuk diberikan kepada masyarakat. Kami bisa melacak dan membunuh
musuh dengan sangat baik, tetapi hanya itu," katanya.
Sumber : Kompas
- Lihat lebih lanjut tentang artikel Navy Seals
No comments:
Post a Comment