Badan
Intelijen Strategis (disingkat BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus
menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia. BAIS bertugas untuk menyuplai
analisis-analisis intelijen dan strategis yang aktual maupun perkiraan
ke depan -biasa disebut jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang- kepada Panglima TNI dan Departemen Pertahanan.
BAIS
berawal dari Pusat Psikologi Angkatan Darat (disingkat PSiAD) milik
Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) untuk mengimbangi Biro Pusat
Intelijen (BPI) di bawah pimpinan Subandrio, yang banyak menyerap PKI. Kemudian
di awal berdirinya Orde Baru, Dephankam mendirikan Pusat Intelijen
Strategis (disingkat Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PSiAD
sebagian besar dilikuidasi ke dalamnya.
Pusintelstrat
dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani. Jabatan tersebut
terus dipegang sampai L.B. Moerdani menjadi Panglima ABRI. Pada
era ini, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang
bernama Satgas Intelijen Kopkamtib. Badan inilah yang di era Kopkamtib
berperan penuh sebagai Satuan Intelijen Operasional yang kewenangannya
sangat superior.
Tahun
1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan
Intelijen ABRI (disingkat BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh
Panglima ABRI, sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil
Kepala. Kemudian pada tahun 1986 untuk menjawab tantangan keadaan, BIA diubah menjadi BAIS.
Perubahan
ini berdampak kepada restrukturisasi organisasi yang harus mampu
mencakup dan menganalisis semua aspek Strategis Pertahanan Keamanan dan
Pembangunan Nasional. Akan
tetapi belum lagi restrukturisasi dilaksanakan, terjadi lagi perubahan
di mana BAIS dikembalikan menjadi BIA, yang artinya secara formal
lembaga ini hanya melakukan operasi intelijen militer.
Jabatan
Ka BIA kemudian tidak lagi dirangkap oleh Panglima ABRI. Perubahan
kembali dari BAIS menjadi BIA, dapat dianggap sebagai bagian dari
kampanye de-Benisasi (menghilangkan pengaruh LB Moerdani).
Kekuatan politik dominan di era akhir tahun 1980-an berpendapat bahwa
BAIS masih berada dalam pengaruh L.B. Moerdani yang pada waktu itu sudah
pensiun. Isu berkembang subur, karena sampai tahun 1987 L.B. Moerdani
masih memiliki ruang di Kompleks BAIS (Tebet, Jakarta Selatan).
Kemudian pada tahun 1999, BIA kembali menjadi BAIS TNI.
Bahkan hingga era-reformasi atau pasca Soeharto badan intelijen militer
ini masih menggunakan nama BAIS sampai tulisan ini dibuat.
BAIS dipimpin oleh seorang perwira tinggi berbintang dua. Mereka yang pernah menjadi Kepala BAIS (Ka BAIS) diantaranya adalah:
- Brigadir Jenderal TNI L.B. Moerdani
- Letnan Jenderal TNI Tyasno Sudarto
- Marsekal Madya TNI Ian Santoso
- Mayor Jenderal Mar Muhammad Lutfie
- Mayor Jenderal TNI Syafnil Armen, SIP,SH,MSc
Dalam
struktur organisasinya BAIS dipimpin oleh seorang Kepala yang
berpangkat Mayor Jenderal dan Wakil Kepala Berpangkat Brigadir Jenderal,
yang membawahi para Direktur yang masing-masing memimpin 7 (tujuh)
direktorat yang menggerakkan organisasi intelijen militer tersebut
yakni:
- Direktorat A : menangani permasalahan dalam negeri;
- Direktorat B : menangani permasalahan luar negeri;
- Direktorat C : menangani bidang pertahanan;
- Direktorat D : menangani masalah keamanan;
- Direktorat E : menangani atau melakukan operasi psikologi;
- Direktorat F : melakukan tugas administrasi dan keuangan;
- Direktorat G : mengolah dan menyajikan produk – produk intelijen kepada kepala BAIS dan Panglima TNI.
BAIS
dalam mengumpulkan informasi serta melakukan berbagai kegiatan
intelijen dapat dikatakan cukup efektif secara operasional, antara lain
karena didukung oleh ruang lingkup kerja dari BAIS yang cukup luas baik
dari luar negeri maupun dalam negeri, seperti misalnya dalam memperoleh
pasokan informasi dari luar negeri, biasanya suplai informasi dilakukan
melalui jaringan para atase pertahanan atau militer, yang penempatannya
atas dasar penunjukkan dari BAIS.
Kemudian
untuk pasokan informasi dalam negeri, pengumpulan informasi dapat
ditempuh melalui jalur struktur Komando teritorial dari berbagai Komando
Daerah Militer (Kodam). Tingkat Kodam terendah adalah Komando Resort
Militer (Korem) sebagai sub kompartemen strategis. Sebagai
sub-kompartemen strategis, Korem merupakan tingkat terendah Kodam yang
memiliki kemampuan untuk membina, melatih dan mengendalikan operasi
militer dan intelijen diwilayah geografik tanggung jawabnya. Sedangkan
ditingkat Komando Distrik Militer (Kodim) kebawah sepenuhnya hanya
memiliki fungsi pembinaan territorial dan tidak dibekali kemampuan,
kewenangan ataupun memenuhi syarat untuk mengendalikan operasi militer
maupun operasi intelijen.
BAIS
juga memiliki Satuan-Satuan intel atau yang disebut dengan Sat-Intel
yang bekerja secara rutin, terutama di berbagai daerah yang
dikategorikan sebagai daerah ”rawan konflik” maupun rawan pelanggaran
kedaulatan Negara RI. Tugas dari Sat-Intel ini adalah menyediakan data
teknis militer berupa: medan, cuaca, iklim, rintangan alam maupun
buatan, jaringan lalu lintas darat atau air, sumber kekayaan alam yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan operasi pertahanan, serangan
maupun operasi keamanan dalam negeri.
Sat
Intel ini ditempatkan didalam Detasemen Intel (Den-Intel) di tiap-tiap
Kodam. Namun demikian aparat intelijen yang ditempatkan oleh BAIS dalam
Sat-Intel di suatu wilayah Kodam, juga dapat mengakses dan bekerjasama
dengan unsur intelijen Kodam yang tergabung di dalam Detasemen Intel.
Dimana dalam hal ini Den-Intel sebagai kesatuan intelijen yang permanen
di dalam struktur Kodam memberikan perencanaan atau pengarahan tugas
intelijen, serta mendapatkan feedbacknya melalui perwira seksi
intelijen baik yang berada di dalam struktur Korem dan struktur Koter
yang hierarkinya berada dibawah Korem, yakni Kodim. Lantas Den-intel
yang menerima suplai informasi intelijen dari perwira seksi tersebut,
meneruskan atau melaporkannya kepada Asisten Intelijen di Kodam
tersebut.
Lantas
sebagai pelaksana operasi utama, terutama untuk melakukan tugas-tugas
”khusus” operasi intelijen, selain dari aparat BAIS yang ditugaskan dari
Markas BAIS, biasanya tugas di lapangan juga dilakukan oleh
personel-personal dari satuan-satuan yang berstatus pasukan khusus
seperti: Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) dan Batalyon TAIFIB Marinir
(Yon Taifib) dari TNI-AL; Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Sat-81
Gultor) yang bernaung didalam Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dari
TNI-AD; serta Detasemen Bravo 90 (Den Bravo 90) dari TNI-AU.
Dalam
penugasan, pasukan-pasukan yang berstatus pasukan khusus ini bergerak
dalam unit-unit kecil atau yang disebut dengan Seksi, berkekuatan 10
orang atau 4-5 orang per-unit. Unit kecil Seksi yang berkekuatan 10
orang seperti ini yang biasanya digunakan oleh BAIS dalam operasi
tugas-tugas rutin satuan intel di daerah-daerah yang dikategorikan
sebagai ”rawan” konflik, misalnya seperti di Papua dan pelanggaran
kedaulatan seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
No comments:
Post a Comment